eFishery, startup teknologi akuakultur yang pernah menjadi bintang di sektor perikanan Indonesia, kini menghadapi ujian terberat dalam sejarahnya. Dugaan manipulasi laporan keuangan telah mencoreng reputasi perusahaan yang sebelumnya dianggap sebagai simbol inovasi dan keberhasilan startup lokal. Dengan dukungan besar dari investor seperti SoftBank Group dan Temasek Holdings, kasus ini tidak hanya mengguncang internal eFishery, tetapi juga memberikan dampak besar pada ekosistem startup Indonesia secara keseluruhan.
Mengenal eFishery: Perusahaan Teknologi Perikanan dengan Visi Besar
Didirikan pada tahun 2013 oleh Gibran Huzaifah, eFishery adalah startup yang fokus pada teknologi akuakultur. Perusahaan ini menawarkan solusi inovatif untuk membantu peternak ikan dan udang meningkatkan efisiensi operasional. Produk utamanya, alat pemberi pakan pintar yang dapat dikontrol melalui aplikasi, memungkinkan peternak menghemat biaya pakan—komponen biaya terbesar dalam budidaya perikanan.
Selain alat pintar, eFishery juga menyediakan platform untuk menghubungkan peternak dengan pasar dan layanan keuangan. Dengan misi meningkatkan kesejahteraan peternak, eFishery berhasil menarik perhatian investor besar dan memenangkan berbagai penghargaan di tingkat lokal maupun internasional.
Pendiri eFishery : Gibran Huzaifah
Gibran Huzaifah, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), adalah pendiri sekaligus wajah utama eFishery. Ia memulai perjalanan bisnisnya dari pengalaman sebagai peternak ikan dan menciptakan alat pemberi pakan otomatis untuk mengatasi tantangan yang dihadapi peternak kecil. Di bawah kepemimpinannya, eFishery tumbuh menjadi salah satu startup terbesar di Asia Tenggara di sektor akuakultur.
Namun, reputasi Gibran kini berada di bawah sorotan tajam setelah dugaan keterlibatannya dalam manipulasi laporan keuangan perusahaan. Langkah tegas dewan direksi yang memberhentikannya sementara waktu menjadi sinyal bahwa perusahaan tengah berusaha menjaga integritas di tengah krisis.
Kronologi Dugaan Manipulasi Keuangan
Pada Desember 2024, seorang whistleblower melaporkan adanya ketidakakuratan dalam laporan keuangan eFishery kepada dewan direksi. Menanggapi laporan tersebut, dewan direksi segera melakukan investigasi internal untuk mengungkap kebenaran di balik tuduhan tersebut.
Temuan Investigasi Awal
Hasil awal investigasi menunjukkan bahwa manajemen eFishery diduga telah menggelembungkan pendapatan hampir sebesar 600 juta dolar AS, atau sekitar Rp9,7 triliun, dalam periode Januari hingga September 2024. Lebih dari 75% angka yang dilaporkan kepada investor diduga tidak akurat.
Selain itu, perusahaan mengklaim memiliki lebih dari 400.000 unit alat pemberi pakan ikan yang beroperasi. Namun, investigasi awal memperkirakan hanya sekitar 24.000 unit yang benar-benar berfungsi.
Reaksi Investor dan Publik
Kasus ini segera menarik perhatian investor besar yang telah menanamkan modal signifikan di eFishery. SoftBank Group dan Temasek Holdings, dua nama besar dalam pendanaan startup, menyatakan kekhawatiran mendalam atas temuan tersebut. SoftBank menggambarkan kasus ini sebagai “pukulan berat” terhadap ekosistem startup di Asia Tenggara, sementara Temasek dilaporkan sedang mengevaluasi portofolio mereka untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terulang.
Di sisi lain, reaksi publik juga tidak kalah keras. eFishery sebelumnya dikenal sebagai startup yang berdampak sosial besar dengan misi mulia. Namun, dugaan manipulasi ini telah meruntuhkan kepercayaan banyak pihak, baik dari peternak yang menjadi mitra perusahaan maupun masyarakat umum yang melihatnya sebagai simbol inovasi lokal.
Dampak Terhadap Ekosistem Startup Indonesia
Kasus ini memberikan efek domino yang signifikan terhadap ekosistem startup di Indonesia, yang sebelumnya menikmati lonjakan minat dari investor lokal dan internasional. Beberapa dampak utama yang terlihat adalah:
Penurunan Kepercayaan Investor
Investor menjadi lebih berhati-hati dalam menyalurkan modal ke startup Indonesia. Banyak pihak kini menuntut transparansi lebih besar dan audit independen yang lebih ketat sebelum berinvestasi. Dalam jangka pendek, hal ini bisa memperlambat pertumbuhan ekosistem startup karena pendanaan menjadi lebih sulit diakses.
Tekanan pada Startup Lain
Startup lain, terutama di sektor teknologi yang memerlukan pendanaan besar, kini menghadapi tekanan untuk membuktikan integritas mereka. Kasus eFishery menjadi pembelajaran mahal tentang pentingnya tata kelola yang baik dan laporan keuangan yang transparan.
Meningkatnya Regulasi dan Pengawasan
Kasus ini mendorong pemerintah dan regulator untuk mengambil tindakan lebih tegas. Regulator kini mempertimbangkan untuk memberlakukan standar akuntansi yang lebih ketat dan pengawasan lebih mendalam terhadap startup yang menerima pendanaan besar.
Penggantian CEO INTERIM
Untuk memulihkan kepercayaan, eFishery telah mengambil sejumlah langkah, termasuk menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO interim. Perusahaan juga berkomitmen untuk menjalani audit independen dan meningkatkan transparansi dalam laporan keuangan mereka. Langkah-langkah ini dirancang untuk membuktikan bahwa eFishery tetap berkomitmen pada misinya, meskipun menghadapi tantangan besar.
Kasus eFishery memberikan pelajaran penting bagi ekosistem startup di Indonesia. Pertama, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam menjalankan bisnis. Kedua, investor perlu melakukan due diligence yang lebih ketat untuk memastikan validitas laporan keuangan dan operasional perusahaan. Terakhir, pemerintah dan asosiasi startup perlu bekerja sama untuk menciptakan kerangka kerja yang mendorong tata kelola yang baik.
Meskipun kasus ini menjadi pukulan telak bagi eFishery dan ekosistem startup Indonesia, ada peluang untuk bangkit lebih kuat. Dengan memperbaiki tata kelola, meningkatkan transparansi, dan membangun kembali kepercayaan, startup Indonesia dapat tetap menjadi motor penggerak inovasi dan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. eFishery, di tengah semua tantangan ini, memiliki kesempatan untuk menjadi contoh bagaimana perusahaan dapat menghadapi krisis dengan integritas dan keteguhan.