Bagi yang mau belajar menganalisa saham pasti akan mencari blog yang dikelola analis saham langsung, entah itu analis saham syariah atau pun konvensional. Nah, artikel soal Teguh Hidayat vs. Zulbiadi Latief ini mungkin bisa jadi pertimbangan kamu dalam mencari sumber ilmu soal stock market.
Sekalipun judulnya tampak seperti mempertandingkan kedua analis di atas, seakan-akan mencari mana yang lebih hebat dari keduanya, tapi please ‘Don’t judge a book by its cover!’ (sudah tau kan maksudnya?)
Ya, karena ulasan kali ini sebenarnya hanya ingin mengulas sisi postif dari kedua analis saham tersebut. Tidak lebih dari itu.
Kalau pun mungkin ada penjelasan yang tampak mengungkap sisi kekurangan salah satunya, anggap saja itu seperti analisis SWOT. Ya, untuk menemukan peluang perbaikan dan pelajaran berharga dari pandangan tersebut.
Teguh Hidayat vs. Zulbiadi Latief
Kalau Ada yang membaca judul di atas, tolong soal vs. (= versus) jangan terlalu diambil pusing. Ini hanya strategi internet marketing saja biar Anda tertarik membaca artikel ini. Padahal, sebenarnya ini hanya mau mengulas profil pak Teguh saja.
Sebelum bicara soal profilnya, berikut perbandingan gambar beliau dan penulis:
Latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja
Bicara soal latar belakang pendidikan dulu. Setelah membaca profil Teguh Hidayat langsung, ternyata beliau dari jurusan Statistik di Unpad Jatinangor. Bila kita bandingkan dengan pekerjaannya sekarang maka saya pribadi bisa bilang sekalipun bukan dari jurusan ekonomi, tapi jurusan tersebut masih ‘masuk’ untuk seorang analis saham.
Pasalnya, aktifitas utama seorang analis adalah membaca dan menganalisa data, khsusnya data soal fundamental perusahaan. Jadi jangan heran, kalau kamu coba baca-baca hasil analisa beliau tampknya detail banget kan? ya, karena yang namanya jurusan statistik memang harus jeli kalau sudah menyangkut data.
Dan kalaupun ada yang bilang, “Wah ternyata bukan dari jurusan ekonomi!”. Nah saya balik nanya, ‘Memangnya ada aturan yang bilang kalau jadi analis saham itu harus dari jurusan ekonomi?’ Kan gak ada brow.
Sekarang mari kita menengok pengalaman kerja pak Teguh Hidayat seperti apa?
Dan usut punya usut, kalau tidak salah, ternyata sebelum pak Teguh ini terjun dan fokus menggeluti dunia trading saham, sebelumnya ia pernah bekerja di salah satu perusahaan private equity yang jobnya waktu itu juga sebagai analis. Jadi, tidak tidak salah kalau kemudian ia memutuskan menjadi analis independen, ya karena sudah punya pengalaman yang cukup sebelumnya.
Saya kira, setelah Anda tau bagaimana pendidikan dan pengalaman kerja pak Teguh, bisa kita bilang kalau perpaduan kedua latar belakang tersebut adalah kombinasi yang pas untuk menjadi seorang analis saham professional. Belum lagi ditambah dengan pengalamannya di pasar saham yang sudah hampir 9 tahunan (mulai dari 2009), tentunya pak Teguh ini sudah banyak makan garam soal bagaimana menghadapi berbagai kondisi pasar, termasuk sifat votalitas masing-masing sector saham di bursa seperti apa pasti ia sudah bisa membaca mau diapakan strategi tradingnya.
Nah, selanjutnya penulis, Zulbiadi Latief, sendiri bagaimana? Apa ada yang menarik gak sih? Jangan-jangan gak ada, he he!
Kalau dibandingkan dari sisi latar belakang pendidikan mungkin bisa dibilang sama saja dengan Pak Teguh. Ya, sama-sama bukan dari jurusan ekonomi. Hanya saja, kalau pak Teguh dari Jurusan Statistik, saya dari fakultas Syariah.
Pelajaran saya waktu itu selain banyak yang terkait soal hukum Islam, ilmu soal ekonomi Islam juga masuk dalam beberapa mata kuliah saya. Sekalipun waktu itu saya juga kurang terlalu fokus, maklumlah.. semua pasti tau seperti apa gaya hidup mahasiswa. Tapi jangan terlalu negative thinking juga karena saya juga belajar lho. Buktinya IPK bisa 3,7, sori gak pamer brow… bikin senang hati sendiri saja wk wk.
Terus pengalaman saya apa? Apa lebih bagus dari pak Teguh atau malah gak punya pengalaman sama sekali?
Wah jangan terlalu merendahkan gitu. Gini-gini pernah kerja juga lho! Malah mungkin tidak bisa dihitung dengan jari tempat kerjanya he he!
Jadi begini, setelah saya lulus kuliah dan stres karena tidak ada kegiatan, akhirnya waktu itu saya ‘nyebar’ lamaran kerja. Bahasanya pakai kata ‘nyebar’ brow, bisa kebayang kayak gimana usaha saya waktu itu, hampir kayak orang nyebar brosur dipinggir jalan wk wk wk.. pokoknya gak kehitung berapa banyak surat lamaran yang saya buat waktu itu biar bisa dapat status sebagai orang kerjaan.
Walhasil, setelah beberapa tahun (bukan bulan lho! ngenes banget kan?) akhirnya saya dapat juga kerjaan. Waktu itu di tempat kursus bahasa Inggris. Gini-gini pernah jadi guru bahasa Inggris juga lho, soalnya di kampus saya 2 kali juara lomba debat pakai bahasa Inggris. Lumayan ada prestasinya juga.
Singkat cerita, setelah lamar kerja bolak balik dan keterima kerja berkali-kali juga, hingga saat ini saya sudah bekerja di beberapa perusahaan, termasuk pernah juga sempat kerja di Perusahaan Sekuritas, walau tak sampai setahun.
Tapi, dari semua pengalaman kerja saya, yang paling berkesan dan paling klop dengan pekerjaan saya sebagai analis saham syariah saat ini adalah saat bekerja di salah satu pusat koperasi syariah di Jawa Tengah. Nah, disitulah saya banyak bergelut dengan yang namanya neraca atau laporan keuangan instansi koperasi dari berbagai daerah. Waktu itu, kurang lebih 3 tahun saya bekerja di sana.
Jadi kurang lebih begitulah jalan hidup saya hingga saat ini. Walau tidak terlalu wah, tapi adalah yang bisa jadi kenangan hingga sekarang.
Bagaimana dengan Alirannya?
Bicara soal aliran maka itu berarti bicara soal teknik analisa apa yang dipakai oleh Teguh Hidayat dan saya.
Dari sisi teknik analisanya sebenarnya sama saja karena saya dan pak Teguh sama-sama beraliran value investor, dimana membeli saham berdasarkan veluenya dan dasar anlisa yang digunakan adalah dari analisa fundamental.
Yang membedakan sebenarnya pada jenis saham yang dianalisa dan dikoleksi. Kalau Teguh Hidayat memilih analisa pada saham konvensional yang mana saham yang dianalisa adalah semua saham yang ada di BEI, termasuk saham syariah, sedangkan saya sendiri khusus pada analisa saham syariah saja. Ya, maklumlah dari fakultas syariah.
Dengan kata lain, karena semua beraliran value investor, maka kiblatnya sama-sama mengarah pada pemikiran bapak value investor dunia kita, yakni Warren Buffett. Kenyataannya memang begitu, karena hampir di setiap artikel yang ditulis Teguh Hidayat selalu menggunakan quote om WB sebagai dasar pemikiran dan analisanya.
Dan khusus soal aliran ini, secara umum memang penulis beraliran value investor juga, hanya saja yang membedakan antara Pak Teguh dengan penulis adalah dimana pak Teguh hampir bisa dibilang 100% kiblatnya value investing, sedang penulis bisa dibilang 80% value dan 20% growth investing.
Maksudnya begini, dalam melakukan analisa saya pribadi menggunakan analisa fundamental sebagai dasar menilai dan memilih saham yang murah dan berfundamental bagus, hanya saja mengenai timing kapan sebaiknya mulai membeli atau menjual saham tertentu, saya masih berhati-hati dengan tetap melakukan analisa teknikal singkat mengenai grafik pergerakan saham tersebut, apakah lagi uptrend atau downtrend, atau apakah lagi bullish atau bearish dan lainnya.
Intinya, selalu hati-hati kalau mau beli saham. Kalau seandainya ada jaminan bahwa saham murah tidak akan turun lagi, maka Anda mungkin boleh saja mengabaikan analisa teknikalnya, tapi kenyataan di pasar saham tidak seperti itu. Kadang ada saham yang sudah kelewat murah tapi tetap saja turun, contohnya seperti yang analisa fundametal LPCK yang sudah dipublish sebelumnya.
Pak Teguh juga kayaknya masih ‘melirik’ analisa teknikal seperlunya, tapi saya kurang tau seberapa dalam belia melakukan analisisnya.
Jadi lebih hebat mana nih?
Kalau dibilang lebih hebat mana, maka kembali lagi ke paragraph awal di atas, karena tulisan ini bukan untuk mengunggulkan salah satunya, tapi sekedar menampilkan kelebihan guru saya.
Lho, kok ada kata guru segala? Memangnya siapa guru pak Zul dalam belajar saham?
Jadi perlu saya kasi tau nih, sebenarnya di awal-awal belajar investasi saham, saya banyak baca-baca blog, tapi karena menurut saya yang paling bagus tulisannya pak Teguh, sehingga waktu itu saya memlih blog TeguhHidayat.com sebagai refensi utama saya.
Dan kalau pun ada yang tanya siap guru saya sebenarnya? Maka saya tidak akan bilang Warren buffet atau Lho Keng Hong (karena LKH ini gak ngeblog sama sekali) atau siapalah… tapi saya akan jawab kalau guru saya dalam belajar value investing adalah Teguh Hidayat. Adapun dua tokoh value invoster tersebut belakangan baru saya baca-baca profil dan strategi investasinya setelah mengenal Teguh Hidayat ini.
Ini adalah gambar dimana saya pernah mengikuti pelatihan pak Teguh di Semarang:
Berarti lebih jago pak Teguh dong?
Tunggu dulu! Apa ada yang tau apa hubungannya Benjamin Graham dengan Warren Buffett? Kalau belum biar saya kasi tau nih.
Sebenarnya Warren Buffett itu murid dari Benjamin Graham dalam belajar analisa fundamental saham atau value investing, tapi kenyataannya, orang yang paling sukses dalam investasi saham dengan menggunakan teknik tersebut adalah Warren Buffet, bahkan beliu sudah pernah tercatat sebagai orang terkaya no 1 di dunia lho.
Artinya, jangan lihat dia murid atau guru, kalau punya tekad belajar yang kuat dan keberuntungan berpihak padanya maka siapa saja bisa lebih sukses dari yang lain, dalam hal ini bahkan bagi analis saham yang baru 4 tahun aktif di pasar saham (saya maksudnya brow), mungkin bisa lebih beruntung dari gurunya yang sudah 9 tahun he he.
Khusus buat Pak Teguh, kalau misalnya membaca artikel ini, jangan tersinggung ya! Ini sekedar harapan saja, bukan untuk jago-jagoan. Kan guru akan dianggap berhasil kalau muridnya bisa lebih dari gurunya. Bukan begitu? Amin…!
Siapa yang lebih jago ngeblog?
Nah, kalau ini lain lagi ceritanya. Kalau di atas mungkin saya kalah (anggaplah pak Teguh nilainya 9, sedang saya hanya7), tapi kali ini bisa dibilang saya lebih unggul.
Secara… (bahasa gaul), saya sudah mulai ngeblog sejak 2009 dan hingga saat ini sudah berkali-kali memberikan pelatihan soal teknik blog juara di mesin pencari. Dan kalau kamu tanya soal profil siapakah yang menyebar postingan di Facebook sebagai blogger yang berpenghasilan 1/2 Milyar dari blog maka itulah penulis.
Ya, mungkin itu bukan hasil yang banyak jika dibandingkan dengan investor kawakan seperti pak Teguh, tapi paling tidak, saya mau bilang kalau mau tanding-tandingan soal kemampuan ngeblog maka kali ini saya lebih unggul. Dimaafin ya suhu soal ini. Sekedar menghibur diri lagi nih…!
Dan dari segi tampilan blog, ya bisa dibilang tampilan blog saya lebih kece dan profesional karena sudah menggunakan wordpress dengan hosting berbayar.
Tapi kalau bicara soal pengunjung setia, tentu pak Teguh yang lebih unggul karena pembaca setianya bisa dibilang sudah ribuan dan hampir semua menanti-nanti setiap artikel baru yang dipublish oleh beliau. Sedangkan saya, karena blog ini baru seumuran jagung maka butuh waktu minimal setahun untuk mengungguli trafik blog pak Teguh.
Saya pribadi punya target, maksimal 3 tahun akan datang pengunjung blog ini bisa menyaingi jumlah pengunjung bulanan dari web Finansialku.com dan Cermati.com yang masing-masing trafik bulanannya 1,5 juta dan 7,5 juta kunjungan per bulan (menurut versi similarweb.com). Ini memang target yang tampak sulit, tapi sebenarnya tidak juga karena blog saya yang lain sudah ada yang pernah mencapai kunjungan 1,5 juta total visit per bulan seperti halnya Finansialku.com.
Kenapa harus bersaing dengan Finansialku dan Cermati? Ya, karena dua blog itulah yang menurut saya yang terbaik saat ini dan selalu unggul dimesin pencari soal tema investasi, termasuk investasi saham. Maka, sebagai blogger berpengalaman, tidak puas rasanya kalau tidak bisa mengalahkan blogger lain, entah itu tim mereka puluhan dan saya hanya sendiri, saya tetap yakin bisa menang.
Sepertinya cukup ya ulasan kita soal Teguh Hidayat vs. Zulbiadi Latief. Dan overall, saat ini tentu pak Teguh yang terbaik kalau soal analisa fundamental saham yang detail. Dan dikesempatan ini saya juga mau mengucapkan terima kasih atas semua ilmu yang sudah disahre selama ini. Semoga bisa terus melahirkan analis-analis seperti bapak, layaknya Ben Graham. Amin!