Alasan Kapan Waktu yang Tepat Menjual Saham – Strategi Keputusan Penjualan Saham yang Pas

Salah satu cara memaksimalkan penghasilan dari bermain saham adalah dengan mengetahui kapan waktu yang tepat menjual saham yang ada dalam portofolio Anda. Dan akan lebih lengkap lagi kalau bisa tau keputusan menjual dan membeli saham sekalian. Tapi, khusus soal strategi waktu pembeliannya sudah saya bahas di artikel soal timing kapan sebaiknya membeli saham. Silahkan baca juga artikel tersebut biar bisa lebih menyeluruh pemahamannya soal strategi trading saham. Jadi sebenarnya yang kita bahas di sini adalah strategi penjualan saham seperti apa, tentunya agar keuntungan yang diperoleh tidak berbalik menjadi kerugian karena terlambat melakukan transaksi penjualan. Bicara timing tentu kita bicara soal waktu yang tepat, dan dalam trading saham yang namanya waktu menjual atau membeli saham ini sangat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu fundamental dan teknikal dari saham itu sendiri. Dengan memahami kedua hal tersebut maka seorang investor pasti bisa mengenal dengan baik kapan ia harus menjual saham yang sudah ia beli, dan tentunya juga kapan waktu terbaik mulai membeli saham yang sudah mengalami koreksi atau pun reversal. Dalam praktek dunia persahaman, sebenarnya dari 2 faktor di atas melahirkan 2 kelompok atau aliran investor yang masing-masing punya penilaian sendiri dalam melakukan aksi ambil untung atau pun cut loss dari saham yang telah mengalami kenaikan atau pun penurunan. Bagi investor yang lebih memilih melakukan analisa fundamental sebelum membeli saham, maka keputusan menjual sahamnya juga didasarkan pada analisa tersebut. Dalam hal ini, kita istilahkan dengan value investor atau trader saham yang menjual dan membeli saham berdasarkan nilai dari perusahaan dan sahamnya. Bahan analisa dari tipe investor di atas menggunakan laporan keuangan terbaru yang dirilis oleh perusahaan pemilik saham. Selain itu, data ekonomi mikro dan makro juga menjadi pertimbangan tambahan mereka guna melengkapi data analisanya. Adapun trader yang memilih melakukan analisa teknikal sebelum membeli saham tertentu, maka ketika ia ingin menjual sahamnya tentu pertimbangannya juga dari sisi teknikal saham tersebut, dalam hal ini dari histori grafik pergerakan harga sahamnya. Dengan demikian, bisa kita katakan bahwa keputusan transaksi saham dari masing-masing trader berbeda-beda, tergantung aliran investasi apa yang mereka pilih. Jika memilih value investing maka keputusannya berdasarkan analisa fundamental. Dan sebaliknya, jika alirannya growth investing, maka keputusan jual atau pun beli sahamnya berdasarkan analisa teknikal. Penulis sendiri (saya maksudnya!), sekalipun aliran saya lebih codong ke value investing, tapi saya lebih memilih menggabungkan keduanya. Maksudnya bagaimana? Jadi begini, dalam memutuskan mana saham yang bagus untuk investasi dengan yang tidak maka saya menggunakan analisa fundamental untuk memastikannya, tapi kalau soal kapan waktunya mulai ‘masuk’ (maksudnya ‘membeli’) saham berfundamental bagus tersebut, maka yang jadi dasar analisa saya adalah pada pada analisa teknikalnya. Kenapa harus seperti itu? Ya, karena yang namanya saham, sekalipun harganya sudah overvalue atau sangat mahal tidak ada jaminan bahwa harganya tidak akan naik lagi. Sehingga, jika kita memutuskan untuk menjualnya pada saat itu hanya karena alasan valuasinya sudah mahal yang didasarkan dari analisa fundamental tadi, maka si investor bisa saja salah karena saham tersebut mungkin belum sampai pada titik harga tertingginya. Bila hal seperti di atas dilakukan, dimana seorang investor menjual sahamnya di waktu yang kurang tepat dan ternyata saham yang baru saja dijual berlanjut naik lagi dengan kenaikan yang lebih tinggi dari keuntungan sebelumnya, maka si investor tersebut tentu akan menanggung penyesalan yang dalam karena kehilangan kesempatan mendapatkan cuan yang lebih besar. Demikian halnya, kalau si trader memutuskan membeli saham tertentu hanya karena harganya sudah murah, padahal tidak ada juga jaminan yang mengatakan bahwa saham yang sudah murah tidak akan turun lagi, maka kalau saham yang sudah kita anggap murah tersebut langsung dibeli – tapi beberapa hari kemudian ternyata masih berlanjut turun – maka itu artinya keputusan yang diambil yang hanya didasarkan dari analisis fundamental adalah suatu kesalahan. Ya, memang saham yang berlanjut turun masih bisa disiasati dengan strategi manajemen resioko mengalami kerugian dari saham dengan melakukan Averagedown, tapi kan itu juga butuh waktu dan dana lagi. Sukur2 kalau masih sedia dana cadangan, tapi kalau tidak? Kan bisa nyangkut lama tuh? Menurut hemat saya, kalau sahamnya masih belum berhenti dari kondisi downtrend-nya, ngapain kita tidak ‘wait and see’ saja dulu dan mulai akumulasi kalau sudah berbalik arah. Kan untuk sementara kita bisa memilih berinvestasi di saham yang lain dulu? Oke, sudah ya basa-basinya! Sekarang kita masuk ke materi inti soal timing jual saham yang pas.

Inilah Alasan Kapan Waktu yang Tepat Menjual Saham – Strategi Keputusan Penjualan Saham yang Pas Dilakukan

Sebagian penjelasan di bawah dari hasil berguru dan sebagian lagi dari pengalaman penulis sendiri selaman menjadi trader saham

1. Waktunya saat Valuasinya sudah Mahal

Mengetahui apakah harga sudah mahal atau tidak maka caranya bisa dengan dua rasio keuangan berikut:
  1. PER – Price Earning Ratio
  2. PBV – Price to Book Value Ratio
Sebagian hanya memilih menggunakan rasio PER untuk saham tertentu saja, seperti saham-saham dari saham bluechip atau pun saham yang memiliki market cap. yang besar, termasuk saham LQ45, karena alasan bahwa PER tidak sepenuhnya mencerminkan nilai dari perusahaan.
Ada rumus sederhana untuk mengetahui apakah PER saham sudah tinggi atau tidak, yaitu dengan membandingkan dengan ROE atau rasio perolehan labanya dan juga dengan membandingkan histori valuasi sahamnya di masa lalu dengan melihat grafiknya.
PER yang standar adalah kalau berada di range antara 10-14 kali dan jika di bawah dari 10 kali maka itu nilai PER yang murah dan bagus. Biasanya nilai ini dijadikan ukuran jika ingin mulai membeli saham tertentu. Jika berada di antara 2 range angka tersebut maka masih bisa dikatakan murah. Nah, dari pemahaman di atas, maka jika suatu saham PERnya sudah sangat jauh dari angka tersebut maka bisa kita katakan mahal. Tapi, jangan gegabah juga kalau saham dengan PER melebihi angka yang disebutkan di atas sudah bisa langsung dikatakan murah. Sebab, seperti yang sudah saya sebutkan di atas kalau cara lainnya adalah dengan membandingkan histori valuasi sahamnya di masa lalu. Buktinya, PER saham MYOR bahkan bisa mencapai 40 kali lebih. Dan banyak analis yang masih menilainya wajar untuk dibeli. Tapi tidak juga semua bisa dinilai seperti MYOR ini, karena kembali lagi ke nama besar perusahaanya dan produk-produknya yang menjadi leader di sektornya. Adapun cara mengetahui histori valuasi suatu saham, maka caranya dengan menghitung valuasinya dari harga-harga resistance-nya di masa lalu dengan laporang keuangannya di waktu itu juga. Maksudnya, misalnya saja saham PGAS pernah dihargai Rp2.400 per lembar di bulan April 2017 (ini contoh saja lho!), dan setelah itu sempat turun menjadi Rp1.600 dan kamu mulai membelinya, tapi selanjutnya di bulan April 2018 (setahun setelahnya) kembali lagi di kisaran harga Rp2.400an tersebut. Maka, cara menilainya adalah coba lihat laporan keuangannya di bulan April 2017 tersebut dan hitung PERnya dengan harga 2.400. Jika ternyata PERnya di bulan April 2017 di angka 28 kali lebih dan di bulan tersebut mulai turun sahamnya, maka jika seandainya di bulan April 2018 PERnya juga hampir senilai itu, maka Anda bisa mulai menjual sahamnya. Atau kemungkinan lainnya, jika di bulan April 2018 tersebut ternyata dengan harga Rp2.400an ternyata PERnya masih di bawah 28 kali atau mungkin masih jauh dari angka tersebut (anggaplah sampai 10 kali saja), maka sekalipun harganya sama dengan sebelumnya bisa saja sahamnya tetap kita hold atau tidak dijual. Tapi tentu dengan menganalisa lagi faktor lainnya, di antaranya IHSG dan nilai tukar rupiah, apakah sedang menguat atau mengalami koreksi yang dalam. Tapi apa pun yang saya jelaskan di atas soal strategi menilai valuasi saham dari PERnya, saya belum bisa katakan kalau cara di atas sudah sempurna jika belum menggabungkan dengan analisa teknikal, termasuk dengan menilai apakah sahamnya lagi downtrend/uptrend atau mungking lagi bullish/bearish. Selanjutnya soal PBV. Ini cara yang tepat untuk menilai harga saham second liner. Mengenai cara mengetahui PBV yang bagus atau tidak maka mungkin anda bisa menggunakan rumus sederhana ini dari Teguh Hidayat:
  • Jika ROE 10%, maka nilai PBV wajarnya sebaiknya 1 kali.
  • Jika ROE 20%, maka nilai PBV wajarnya sebaiknya 2 kali.
  • Jika ROE 30%, maka nilai PBV wajarnya sebaiknya 3 kali.
Tapi bila ternyata ada yang lebih dari 40% ROEnya maka PBVnya tidak bisa dengan hitungan yang sama dengan di atas, bisa saja dengan PBV 5-6 kali masih bisa layak invest. Sama halnya dengan di atas, kalau angka-angka di atas tidak bisa dijadikan patokan baku. Karena ada banyak saham di luar sana yang yang PBVnya selangit, contohnya saham MYOR yang PBVnya sampai 9 kali, tapi masih jadi incaran banyak trader dan sahamnya masih terus mengalami kenaikan. Itu artinya, untuk menilai PBV dengan tepat maka kamu harus menggunakan cara seperti cara menilai PER di atas, ditambah dengan membandingkan nilai PBV dari saham lainnya di sektor bisnis yang sama. Jadi kunci dalam menilai nilai wajar dari PER dan PBV ini adalah dengan mengetahui histori nilai PER dan PBVnya juga di masa lalu tentunya, serta dengan melakukan perbandingan dengan nilai valuasi saham lain yang masih dalam sektor yang sama. Dan akan sempurna lagi kalau Anda bisa membaca trendline sahamnya dengan analisa teknikal. Dan inilah yang sangat saya rekomendasikan.

2. Keputusan Jual saat TRENDLINE lagi Downtrend atau Trend lagi Bearish

Baik downtrend atau pun bearish, keduanya termasuk dalam analisa teknikal. Tapi bukan berarti kalau mau memakai cara ini harus memilih alairan growth investing dulu, karena kita bisa melakukan cara sederhana saja untuk mengetahui valuasi saham dari analisa ini. Saya tidak mau menjelaskan soal ini lagi di sini karena sebelumnya artikelnya sudah dipublish. Silahkan baca di halaman berikut: Silahkan belajr dari 2 cara di atas. Intinya adalah lakukan penggabungan teknik analisa untuk bisa menghasilkan keputusan yang tepat dalam melepas saham yang ada di portofolio Anda. Sebernarnya masih ada 1 lagi timing kapan waktu yang tepat menjual saham atau membelinya yang harus Anda ketahui, tapi nanti saja setelah Ramadhan. Semoga ada waktu untuk menyambungnya. Bersambung…
Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: