Banyak orang beranggapan bahwa memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) berarti mereka memiliki hak penuh atas tanah dan rumah tersebut. Namun, benarkah demikian? Artikel ini akan membahas secara mendalam apakah kepemilikan SHM memberikan hak penuh, serta bagaimana status kepemilikan bisa terancam akibat tanah sengketa yang menyebabkan SHM menjadi tidak valid.
Pengertian Sertifikat Hak Milik (SHM)
SHM adalah jenis sertifikat kepemilikan tertinggi di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat ini memberikan hak kepemilikan penuh kepada individu atau badan hukum yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut. Berbeda dengan Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai, SHM tidak memiliki batas waktu dan dapat diwariskan kepada ahli waris.
Apakah SHM Menjamin Hak Penuh Kepemilikan?
Secara hukum, SHM memang menunjukkan bahwa pemiliknya memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan yang tercantum dalam sertifikat. Namun, kepemilikan ini tidak sepenuhnya bebas dari risiko, terutama jika muncul kasus sengketa tanah yang dapat mengancam validitas SHM.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keabsahan SHM antara lain:
- Kesalahan Administratif dalam Penerbitan SHM : Dalam beberapa kasus, terdapat kesalahan administratif dalam penerbitan SHM yang bisa menyebabkan sengketa.
- Tumpang Tindih dengan Sertifikat Lain : Ada situasi di mana satu bidang tanah memiliki lebih dari satu sertifikat karena proses pendaftaran yang tidak transparan.
- Tanah Warisan yang Belum Dibagi dengan Benar : Jika tanah yang diwariskan belum diselesaikan pembagiannya, bisa muncul klaim dari ahli waris lain.
- Tanah yang Masuk dalam Kawasan Bermasalah : Terkadang, ada tanah yang sudah memiliki SHM tetapi ternyata berada dalam kawasan yang diklaim oleh pihak lain, termasuk pemerintah atau adat.
Tanah Sengketa yang Mengakibatkan SHM Tidak Valid
Tanah sengketa sering kali menjadi faktor utama yang menyebabkan SHM tidak valid. Beberapa penyebab utama sengketa tanah yang bisa membatalkan SHM antara lain:
- Pembelian dari Pihak yang Tidak Sah: Jika tanah dibeli dari seseorang yang sebenarnya tidak berhak menjualnya, SHM yang diterbitkan atas nama pembeli bisa dianggap tidak sah.
- Adanya Gugatan Hukum: Jika ada pihak lain yang mengajukan gugatan terhadap tanah yang sudah bersertifikat, dan pengadilan memutuskan bahwa tanah tersebut bukan milik pemegang SHM, maka SHM tersebut bisa dibatalkan.
- Penggunaan Dokumen Palsu dalam Proses Sertifikasi: Jika terbukti bahwa SHM diperoleh dengan dokumen palsu, maka sertifikat tersebut bisa dicabut oleh BPN.
Kasus Penggusuran Perumahan Setia Mekar Karena Sengketa Lahan
Kasus penggusuran di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Kabupaten Bekasi, menjadi contoh nyata bagaimana kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak selalu menjamin hak penuh atas tanah dan rumah.
Pada 30 Januari 2025, Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II melakukan eksekusi pengosongan lahan seluas 3,3 hektare di perumahan tersebut, meskipun sejumlah penghuni memiliki SHM. Eksekusi ini didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997, yang telah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat Mahkamah Agung.
Humas PN Cikarang, Isnanda Nasution, menyatakan bahwa meskipun penghuni memiliki SHM, sertifikat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dibandingkan dengan putusan pengadilan yang memenangkan pihak lain atas tanah tersebut.
Para penghuni merasa terkejut dan dirugikan, karena sebelum membeli properti, mereka telah melakukan pengecekan legalitas tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan tidak menemukan indikasi sengketa atau pemblokiran sertifikat. Namun, tanpa sepengetahuan mereka, terjadi sengketa hukum yang berujung pada eksekusi lahan.
Bagaimana Menghindari Masalah dengan SHM?
Agar kepemilikan tanah dan rumah benar-benar aman, pemilik SHM harus:
- Melakukan Pengecekan Legalitas Sebelum Membeli : Pastikan tanah tidak dalam status sengketa dan memiliki riwayat kepemilikan yang jelas.
- Menggunakan Jasa Notaris atau PPAT Resmi : Selalu libatkan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam transaksi jual beli tanah.
- Mengurus Administrasi dengan Benar : Jika tanah berasal dari warisan, segera lakukan balik nama sertifikat sesuai prosedur hukum yang berlaku.
- Mendaftarkan Tanah ke BPN : Jika memiliki tanah yang belum bersertifikat, segera daftarkan ke BPN untuk mendapatkan dokumen legal yang sah.
- Memantau Status Hukum Tanah Secara Berkala : Pemilik tanah sebaiknya rutin mengecek status hukum tanahnya untuk menghindari kemungkinan adanya sengketa yang tidak diketahui sebelumnya.
Tidak serta merta bebas dari potensi masalah
Memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) memang memberikan hak kepemilikan yang kuat terhadap tanah dan rumah. Namun, kepemilikan ini tidak serta-merta bebas dari potensi masalah, terutama jika tanah tersebut berada dalam sengketa atau terdapat kesalahan administratif dalam penerbitannya. Kasus penggusuran Perumahan Setia Mekar Residence 2 menjadi bukti bahwa SHM tidak selalu menjamin keamanan kepemilikan tanah.
Oleh karena itu, pemilik SHM harus selalu memastikan legalitas tanahnya, waspada terhadap kemungkinan sengketa, serta aktif dalam memantau status hukum tanah mereka. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, pemilik tanah dapat menghindari risiko kehilangan hak kepemilikan mereka.